top of page

LEPAS LANDAS



Senyum hangat mentari menyambut awal hari. Sinarnya seolah-olah menari-nari ria diatas persemedian malam mengajak untuk bermain. Kemilau cahaya yang dipancarkannya menarik selimut tebal dari kepala hingga mata kaki. Benderang menyinari kamar mungil segi empat tanpa perduli seberapa kecil kamar itu untuk disinari. Terlalu terang. Sang surya terus memaksa para manusia agar bangun dari tidur, dan mengajak mereka bermain menikmati kehangatannya.


Kriiing... bunyi alarm handphone membuatku terbelalak melihat waktu sudah menunjukan pukul 06.30. Terlalu telat untuk mengikuti perkuliahan pagi ini. Sempat aku berpikir untuk bolos dari kuliah tapi dengan segera aku sadar bahwa hari ini adalah UAS (ujian akhir semester). Kamar mandi menjadi satu-satunya tujuan utama dalam waktu seperti ini, sabun bukanlah menjadi hal penting karena dalam situasi genting sikat gigi dan pencuci mukalah yang menjadi prioritas utama. Biasanya aku bisa menghabiskan waktu selama satu jam dalam kamar mandi tapi tidak kali ini. Banyangan soal ujian terus-menerus menghantui, membawa kecerobohan dalam setiap gerak-gerik yang aku lakukan.


Tepat pukul 07.10 aku sampai di kelas. Dengan kancing kemeja yang masih terbuka dan tali sepatu pun belum terikat. Belum sempat bernafas lega tapi soal ujian sudah dibagikan. Ujian berlangsung dalam dua jam dan setengah jam dari waktu tersebut aku gunakan untuk megatur nafas dan letih. Ujian selesai, aku dan teman-teman berkumpul sebentar di kantin kampus.


“gimana ujian tadi?” tanya Ana.


“ah suram ah, gue gak tau apa yang gue tulis” jawabku.


Ketika sedang asyik berbincang ria bersama teman-teman ada sms yang masuk, lalu kubuka sms itu dan ternyata sms dari ayah. Ayah memberi kabar bahwa ia dan ibu sudah berada di bandara.


“Kak, Ayah dan Ibu sudah dibandara. Sebentar lagi akan lepas landas ya Nak.”


Astaga, aku lupa bahwa hari ini ayah dan ibu akan datang. Bergegas aku kembali ke kostan dengan tergopoh-gopoh. Setibanya di kostan, aku langsung mempersiapkan diri untuk pergi ke bandara Soeta. Dua jam berdiri di bus membuat kaki serasa mau copot. Kedaan siang di bandara membuat kepenatan semakin bertambah. Aku memgirim sms kepada ayah dan ibu untuk memberi tahu bahwa aku sudah sampai di bandara untuk menjemput mereka.


“Pasti mereka sudah di pesawat. Sekarangkan sudah pukul 13.30, sedangkan kemarin mereka bilang jadwal keberangkatan 12.00. Asik, itu artinya mereka akan segera sampai dan aku tidak perlu berlama-lama menunggu” pikirku.

Setelah beberapa menit aku mengirim sms dan ternyata ada balasan sms dari ayah, beliau mengatakan bahwa sampai saat inipun mereka masih di ruang tunggu dan belum ada pesawat yang masuk. Keberangkatan pesawat ke Jakarta delayed hampir 2 jam. Seketika darah meluncur ke atas melebihi atas kepala. Aliran darah semakin deras menerjang-nerjang seluruh bagian tubuh. Ingin rasanya ku maki seluruh staff yang ada di bandara Pontianak.


Dengan segelas besar pepsi dan french fried menemani kekesalan yang masih membara-bara. Detak jam tangan membuat waktu seakan terasa sakat lama berputar. Waktu menunjukan pukul 14.45 dan ada sms dari ayah.


“Nak, ayah dan ibu sudah ada di dalam pesawat. Mungkin kami akan landing dua atau tiga jam lagi. Hati-hati ya di bandara, jangan mau kalau diberi makanan dari orang yang tak dikenal. Duduklah di tempat yang berdekatan dengan security. Doakan ayah dan ibu selamat sampai tujuan ya sayang”


Sms itu sangat membuat lega. Meski tiga jam harus menunggu lagi setidaknya sudah ada kepastian kapan mereka tiba. Tak sabar rasanya memeluk kedua orang yang sangat aku cintai itu. Aku memilih menunggu kedatangan mereka di musholah agar aman dan bisa menunggu sambil tidur-tiduran.


“Allahu Akbar, Allahu Akbar...”


Suara azan membangunkan tidurku. Kukira suara azan itu adalah azan ashar dan ketika kulihat jam dinding besar yang berada di tegah mushola ternyata sudah pukul 17.50, waktu magrib. Kubuka handphone dan belum ada sms dari ayah dan ibu. Aku menelfon dan ternyata nomer keduanya masih tidak aktif. Panik. Takut sesuatu terjadi kepada ayah ibu. Bergegas aku pergi ke kantor informasi untuk menanyakan pesawat yang ditumpangi ayah dan ibu.


“permisi mbak, pesawat Z Airways akan landing jam berapa?”


“oh pesawat Z Airways sudah landing setegah jam yang lalu mbak” jawab wanita cantik itu.


Aku semakin panik. Pesawat sudah tiba tapi mengapa ayah dan ibu tidak mengabariku, dan kenapa handphone mereka tak ada yang aktif. Aku berlari menuju pintu kedatangan. Kulihat satu persatu wajah orang-orang yang mengambil bagasi mereka tapi tetap saja tak kutemukan ayah dan ibu. Waktu sudah menunjukan pukul 19.20 dan aku belum menemukan mereka. Ingin menangis rasanya. Aku terduduk lemas diatas troly kosong. Terus menatap ke arah pintu kedatangan dengan tatapan yang kosong.


Pluk. Terasa ada tangan besar menepuk punggungku, mungkin tangan itu sebesar si raksasa hijau, Hulk. Hati berdebar takut jika tepukan itu adalah hipnotis seperti yanng diberitakan di televisi. Aku berbalik dan tangan itu adalah tangan ayah. Aku meloncat dari troly dan langsung memeluk ayah dan ibu seerat mungkin.


“Happy birthday to you, happy birthday to you...”


Mereka sengaja mengerjai karena hari ini adalah ulang tahunku. Akupun lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahun. Ah, jantung yang mau copot kembali lagi menempati tempatnya. Hanya senyum yang dapat ku umbar sepanjang perjalanan pulang menuju kostan. Terimakasih untuk hadiahmu Tuhan. Ciuman dan pelukan hangat dari ayah dan ibu membuatku lupa kejadian berjam-jam di bandara tadi.

bottom of page